Jumat, 14 Mei 2010

My World

Sekarang ,
aku punya dunia lain selain bumi. Dan dunia ini hanya aku yang tahu .
Duniaku adalah dunia imajinasiku. Aku bisa berada di sini kapanpun aku mau. Dan tak ada seorangpun yang tahu.
Kini, aku berpijak di dunia imajinasiku yang terbentang indah di depan mataku.
Menyenangkan sekali. Aku mau mengambil sebutir apel lagi. Tapi, sial, baru saja aku memetik , duniaku buyar.
"Kamu tertidur? Basuh wajahmu, dan berdiri di depan kelas!" Miss Netta membentakku keras. Seisi kelas tertawa. Aku menggertak.
"MAAF , MISS ! Saya tidak tertidur! Saya sedang berimajinasi!" bantahku cepat.
"OH YA ?! Imajinasi, dalam mimpimu , kau tahu ?!" bentak Miss Netta.
"Akan kutunjukkan duniaku ! Duniaku berbeda dengan dunia ini!" seruku.
"PERGILAH , BASUH WAJAHMU DAN BERDIRI DI DEPAN KELAS ! AKU BERJANJI TAK AKAN BICARA PADAMU SEHARIAN INI!" jerit Miss Netta kesal. "NADINE , CEPAT ATAU ORANGTUAMU AKAN KUKIRIMI SURAT!"
Aku terpaksa mengikuti semua omongannya. Dasar sialan. Lebih baik aku berkelana di duniaku saat aku berada di rumah saja.
Jadi setelah aku membasuh wajahku, aku berdiri di depan kelas. Teman-teman cekikikan. Miss Netta mendelik.
"Acuhkan Nadine. Shania, Penny,Davey, acuhkan Nadine Naglove," kata Miss Netta. Huh, benci sekali dia padaku. Menyebalkan. Aku juga memutuskan untuk membencinya.
Aku bergegas keluar kelas sebentar, mau ke atap sekolah.
"Kabur ke mana, Nadine ?" Miss Netta bicara cepat.
"Saya mau ke kamar mandi," aku berbohong.
"Baik. Shania, temani Nadine," pinta Miss Netta pada Shania. Shania si pintar langsung menurut. Ah, sial!
"Miss, saya bisa pergi sendiri," kataku dingin.
"Jangan mencoba membantah. Aku muak semua omong kosongmu. Shania, cepat temani dia," kata Miss Netta sebal. Shania menggandengku ke luar kelas. Aku merasa risih.
"Shan, bisa kau tinggalkan aku sebentar? Aku harus pergi ke ruangan kepala sekolah," terangku cepat. Shania menatapku aneh.
"Sendirian?" tanyanya agak curiga.
"Sendirian," tegasku cepat. Dan Shania mengangguk, aku jadi langsung berlari ke arah atap. Tapi sebelum aku meyakini tak akan ada yang tahu, ternyata Shania mengintip.
"Shan!"panggilku kesal,"kau tak perlu mengintip seperti ini!"
Shania menghampiriku malu.
"Aku ikut kau," katanya. Aku bingung sendiri.
"Maksudmu?"
"Ya, aku ikut kau ke atap,"
"Shania, kau siswi teladan!"
"Biar! Aku ingin coba membolos. Aku ikut kau," paksa Shania. Aku menatapnya heran.
"Kau yakin? Aku mau pergi ke duniaku yang baru,"
"Pokoknya aku ikut. Ayo pergi sekarang juga," katanya sambil menggamit lenganku.
"Aku yang akan dimarahi, tahu,"
"Aku akan bertanggung jawab. Aku janji, Nadine," serunya sambil terus berjalan. Jadi aku diam dan mengalah. Kami berlari menuju atap sekolah. Dan di sana, aku memikirkan duniaku.
"Shania, pegang tanganku," kataku.
"Ha?" tanya Shania tapi ia memegang tanganku.
"Oke, kita akan sampai! Tutup matamu dan ketika aku mengatakan 'Buka' , kau harus membuka matamu. Shania mengangguk.
"BUKA!" teriakku keras. Dan kini, di dunia imajinasiku ada aku dan Shania.
"I, ini ..."Shania berteriak keras. "AH ! NADINE! LIHAT! ADA BURUNG CUPANG! ADA IKAN BELIBIS! INI GILAAA!"
"Shania, jangan histeris. Ini memang dunia imajinasiku yang sangat aku banggakan," kataku cukup bangga.
"Apa? Dunia imajinasimu?!" jerit Shania.
"Iya. Orangtuaku adalah perancang game khayalan. Dan ketika aku lahir, mereka menanam sebuah rancangan dunia khayalan di otakku. Jadi aku bisa ke sini kapanpun aku mau. Dan bila aku sedang ke sini, ada orang memegang tanganku dengan erat, ia bisa ikut bersamaku di sini.
"Seperti aku?"
"Ya,"
Dan kini aku dan Shania menikmati roller-coaster ice dengan bahagia. Kami mengelilingi dunia ini sambil tertawa.
"NADINE NAGLOVE, SHANIA HIREWELL, KALIAN DI SKORS 2 HARI !!!!"
teriakan dan cubitan keras Miss Netta membuatku dan Shania terlempar keluar ke dunia yang asli. Aku dan Shania menatap Miss Netta takut.
"Miss?"
"YA! BUKA MATA KALIAN, BASUH WAJAH KALIAN DAN KEMAS BARANG-BARANG KALIAN! AKU AKAN MEMBUAT SURAT SKORS UNTUK KALIAN BERDUA!" Miss Netta berteriak kencang sekali. Aku dan Shania sampai harus menggunakan payung untuk menghindari kuah dari mulut Miss Netta.
Dan aku dan Shania tak bisa berkutik lagi. Kami menurutinya dan berkemas untuk pulang ke rumah.
Ah, biar saja Miss Netta marah-marah. Biar dia darah tinggi saja. Lalu mati. Sepanjang perjalanan aku berdoa begitu. Hhh .. Shania ikut berdoa begitu juga. Bagus.
Yang jelas, aku takkan jera untuk terus berkelana di duniaku selama pelajaran di sekolah. Itu anugerah dan aku harus menghargai anugerah yang ada denagn cara menggunakannya terus !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar