Kamis, 26 Desember 2019

Closure

12/26/2019 10:36:00 PM 0 Comments

I am literally taking a deep breath, now.
Wkwk.

Jadi,
sampailah kita di sini, pada akhirnya.
Penghujung 2019.
Kita cuman butuh satu tangan aja buat menghitung hari sebelum 2020 dimulai.



Days of 2019 is really going to be another memories.
Just like another year before, and the rest of it.
We’re on the verge of 2020, yet I am currently craving on the edge of the lowest point of my life.

Ada banyak hal menyenangkan yang terjadi selama tahun ini.
Ada banyaaaaak banget hal yang bikin aku benar-benar bersyukur, tapi ada juga banyak hal yang bikin perasaan kecewa ngga mudah buat menghilang dalam hitungan hari.

Aku bisa melewati hari-hari terakhir di tahun 2018 yang rasanya berkali-kali lipat lebih berat daripada biasanya. Dikasih kesempatan buat internship di RSCM jelas adalah pengalaman yang luar biasa, tapi aku yang mungkin kurang siap, kurang pintar, kurang cerdas, kurang bisa mengontrol diri sendiri jadinya banyak nangis—meskipun emang pada dasarnya aku cengeng sih hehe. Ngga tau kenapa tapi rasanya capek hati juga karena banyak berekspektasi sama diri sendiri yang nyatanya nggak semampu itu, dan perasaan itu masih kebawa sampe awal-awal 2019. Dipenuhi dengan semua revisi laporan internship karena diburu-buru buat seminar di kampus, bolak-balik berdesakan di KRL ke Cikini akibat ngikutin jam kerja orang kantoran yang sama-sama berangkat dari Bogor. Belum lagi revisi laporan internship dari pembimbing di kampus yang juga harus cepet-cepet dikerjain karena jadwal seminar tiba-tiba udah ditentuin—dibarengi jiwa kompetitif aku yang ngga mau kalah dengan teman-teman sekelompokku yang rajin ngejer pembimbing rumah sakit biar cepet selesai segala urusan dengan per-internship-an ini wkwk. Untungnya pembimbing rumah sakitku baik semua—dan semua laporan aku bisa ditandatangani dengan cepat!

Baru juga selesai seminar hasil internship di kampus, langsung diburu-buru lagi buat cepat-cepat nyelesain proposal skripsi—well I even didn’t have enough time to have a goooood rest and think about my undergraduate thesis thoroughly! Dosen pembimbingku cukup strict soal waktu, dan beliau adalah orang yang sangat aku kagumi sejak mengikuti kelasnya di semester 2. Nggak mau ngecewain beliau, jelas dong. Jadi aku kembali menghabiskan malam demi malam dengan suntuk buat riset tentang topik—walaupun di awal aku udah menetapkan hati bakal mantap mengajukan topik tentang konsumsi minuman manis biarpun belum tahu siapa target responden nantinya.

Dan di sini aku benar-benar bersyukur nggak salah memilih pembimbing dan lebih bersyukur lagi karena pembimbingku menerima aku menjadi mahasiswa bimbingannya.

Aku punya target timelineku sendiri demi penyelesaian skripsi ini. Februari, topik harus diterima dan proposal skripsi harus udah kelar. Maret sampai April, aku harus udah turun lapang buat ambil data. Mei aku harus mulai mengolah data dan menyusun skripsi. Juni aku harus seminar, dan Juli aku harus sidang, supaya aku bisa wisuda di tahap pertama, bulan September.

And it really worked that way. Alhamdulillah. Really, I just can’t thank Allah enough. Semua berjalan sesuai timeline yang aku harapkan, tanpa kendala yang berarti. Well, kendala udah pasti ada, tapi aku bisa men­g­handle semua itu dengan baik. Dosen pembimbing yang benar-benar ‘membimbing’ bahkan sampai aku udah lulus, dan partner satu bimbinganku yang sangat responsif, gercep dan saling bisa mengandalkan satu sama lain. Really, I just can’t thank Allah enough :”) Dan aku percaya banget, semua ini jelas nggak lepas dari doa ibu dan ayah. Beyond blessed, really.

Wisuda di hari Rabu, tapi satu keluarga lengkap ada di sampingku. Ngga ada satupun yang alfa. Ayah dan kakakku cuti, demi hari besarku. Adikku yang kuliah bisa menyempatkan hadir, dan adikku yang paling kecil diizinkan buat ikut ujian susulan, berkat ibuku. Demi wisudaku, ya ampun. Aku ngga ngerti lagi, perasaan bahagia yang paling besar itu adalah ketika mereka datang buat wisudaku, bukan ketika tali toga dari kiri dipindah ke kanan oleh rektorku. Serius. Ngga ada yang bisa ngalahin perasaan bahagia itu ketika aku melihat semua orang yang paling aku sayang di dunia dan di akhirat ada di sekeliling aku. Buat aku, hari paling bahagia adalah hari ketika mereka ada di sana untuk melihat wisudaku. Ngga lebih.

Amma dan Isca dateng. Dan mereka menemani aku sampai malam. Ya ampun :”). Yang tadinya Isca ngga bisa dateng karena kerja (well, wisuda IPB hari Rabu sih L), tiba-tiba dapet panggilan buat presentasi di Jakarta daaaan acaranya selesai di siang hari, hari Rabu. Allah’s plan is the best, indeed :”). Afi, Rifa dan Salma dateng dan nemenin aku sampe sore. Tasya memang masih di Thailand, tapi mereka bertiga hadir pun udah cukup buat aku.

Sungguh, ga butuh pendamping wisuda atau apapun you name it asalkan ada mereka :”)

And another milestone in 2019;
I sent a congratulation for him.
Both for his birthday and his graduation day.

After all those hatred I had, after all those tears I shed,
and after all those struggles just to make me forget about,

eventually, those feeling just never fade away.

.....................
Ngga tahu sih itu blessings or not, hahaha.

Tahun ini juga, aku kehilangan banyak teman dekat.
They didn’t even send me any congratulation message, though.
Yah, ngga apa-apa sih. Ngga masalah, bukan berarti aku menuntut mereka untuk terus jadi teman di saat aku sendiri juga udah jarang ngontak mereka. A bit disappointed, though. Di sisi lain, aku jadi ngerti tentang hubungan pertemanan ini. Mungkin yang aku anggap teman udah ngga menganggap hal yang sama karena aku juga yang lack of communication. Yah—aku akuin, aku payah banget buat ngejaga pace komunikasi. Kadang ada aja waktu-waktu aku berhenti main media sosial, dan itu cukup cutting off hubunganku dengan teman-teman lama.

Atau teman dekat yang beneran aku anggap dekat, tapi mereka-nya yang ngga bisa kalo cuman jadi teman. I know I’d lost them once I said I had no intention to be more than just a friend. Ya bukan salah mereka juga kalo memutuskan untuk back off.

Atau orang yang aku pikir akan selalu stay. Hahaha.
Naif banget rasanya. Kalo dipikir-pikir dulu aku juga sempet nulis sesuatu tentang dia: are you gonna be the one who stays, or not?
Dulu percaya aja sih akan stay, tapi makin ke sini aku paham dia ngga akan stay. Ngga ada apa-apa di antara kita biarpun aku ngerti kok, kita punya sesuatu yang beda daripada dengan orang-orang lain. I knew it, and he gave me a gift for graduation, though. Wkwk. Seengganya masih inget, deh. Lagian dia punya peran besar dan penting juga selama empat tahun aku di Bogor—and bigger part when he was always there at those times I decide to stop myself from sinking further about that illogical first love case I’ve never had enough.

Tapi ngga apa-apa.
Aku baik-baik aja kok, sampai di ujung tahun 2019 ini.
Dan tambahan lagi—I am still jobless until now, but its fine.
☺️

Sungguh, ngga apa-apa.
Aku tahu selalu ada rencana baik dari Allah untuk hidupku ke depannya.
Aku selalu tahu, dan aku cuma butuh percaya dan tetap usaha.

Lima hari lagi,
Angka 2020 akan menghias setiap sisi hari.
Lalu 2019 benar-benar bakal pergi dan jadi memori,

dan aku percaya aku akan tetap baik-baik aja.



See you on 2020! :)

Selasa, 01 Oktober 2019

That Little 'F' Thing

10/01/2019 06:48:00 PM 0 Comments



Pernah nggak sih, kamu ngerasain lagi berada di pusat terbawahnya hidup kamu?
Di titik 0?
Di pijakan bumi paling rendah?
Di anak tangga paling bawah?
Di bagian paling kelamnya dunia?

Pernah?
Sama, kok.

Pernah nggak sih, kamu ngerasain selalu dapat pahitnya kehidupan?
Berulang kali dapat warna hitam  ketika yang lain dapat warna pelangi?
Nggak dapat kesempatan yang lebih baik di saat orang lain mendapatkan itu secara berturut-turut?
Dapat surel penolakan, atau kertas bertuliskan kata gagal di dalamnya?

Pernah?
Sama, kok.
Sama banget, persis keadaan aku sekarang ini.

So, well, yeah I do keep reminding myself—but I think I should remind you too, about this.

Bahwa semua orang punya rezekinya masing-masing.
Semua orang punya waktunya masing-masing.
Semua orang, punya momennya masing-masing.

You are not failing,
you are just not strong enough to break the boundaries of success.
Failure isn’t the end of your life, but it is one of checkpoints in your life.

Checkpoints, of course. You do have your own finish line, but that’s not the same line with other people.

Jadi, jangan menyerah, ya!.
Jangan pernah berpikir untuk menyerah; karena kamu nggak pernah tahu kesuksesan seperti apa yang akan kamu dapatkan di balik semua kegagalan yang kamu terima saat ini.

Keep going, keep giving it a try! Ambil semua kesempatan, dan nggak ada salahnya untuk terus mencoba. Tekuni hobi kamu. Asah terus kemampuan kamu. Perkaya diri sendiri dengan berbagai skill  dan ilmu. Ayo, tetap maju!

Aku menuliskan ini semua bukan karena aku sudah melewatinya; tapi karena aku juga, masih berada di titik 0. Titik awal. Titik balik dari kehidupan sekolahku.

Biarpun satu per satu teman mulai naik ke anak tangga berikutnya, biarpun kamu masih tetap berjalan di tempat, biarpun orang-orang di luar sana mulai berisik dan memberondong dengan berbagai pertanyaan tentang apa yang sudah kamu capai setelah empat tahun merantau—nggak usah pedulikan hal-hal itu.


credits: TED

Fokus dengan semua target ke depannya yang sudah kamu susun dengan baik, fokus dengan  kemampuan diri sendiri, dan tetap fokus mengejar langkah demi langkah untuk mencapai target. Satu demi satu, sedikit demi sedikit, tidak apa-apa. Dan jangan lupa—kamu selalu punya Allah. Kamu selalu punya kesempatan untuk lebih mendekatkan diri pada-Nya dan terus berdoa.

Salah satu dosenku pernah mengatakan, bahwa doa dan usaha itu seperti roda. Roda yang akan terus berputar dan membawamu menuju tempat tujuan.

Jadi, jangan menyerah, ya!
Biarpun saat ini kamu masih berulang kali tidak lolos tes,
Biarpun saat ini kamu masih gagal saat di-interview,
Biarpun saat ini kamu masih belum menemukan namamu di antara daftar orang-orang yang diterima,
Biarpun saat ini kamu masih tak kunjung mendapat panggilan interview,
Biarpun saat ini kamu masih juga belum menerima balasan dari email pengajuan internship,

tidak apa-apa, kok.
Kamu tidak gagal, kamu hanya baru saja melewati satu tahapan di kehidupanmu.

You’re just not there yet. Believe me.
You are almost there, hang on it!

Failure isn’t a big thing, its only a little ‘F’ thing that would make you smile someday, and make you feel blessed ‘cause you failed at it :)

Tetap bersyukur, tetap berjuang, tetap percaya,
dan jangan pernah menyerah.
Semangat selalu, hei kamu! :)





One day you’ll look back into this post when you’re already on your finish line and you would want to say thanks a lot to your old self for not giving up.

Cheers!
Saff☺️

Sabtu, 10 Agustus 2019

Small Thing Leads to Big Change: #ZeroFoodWaste Campaign

8/10/2019 12:05:00 AM 0 Comments

Satu lagi gerakan yang cukup viral dan lebih concern ke arah lingkungan: #ZeroFoodWaste campaign. Disebutkan oleh FAO, bahwa hampir satu per tiga dari makanan yang kita makan setiap harinya dibuang menjadi sampah yang biasa disebut sebagai sampah makanan. Wow, luar biasa. Satu per tiga, bayangkan! Kalau satu per tiga makanan ini bisa disumbangkan ke orang yang membutuhkan makanan, tentunya tidak akan ada sampah makanan, kan?

sumber gambar: FAO


Sejak food blogging dan vlog-vlog tentang makanan mulai banyak beredar, nggak jarang orang banyak memesan makanan dalam satu kali waktu makan. Nafsu mata, katanya. Padahal, kapasitas perutnya ternyata tidak sebesar itu walaupun rasa laparnya sudah kayak mau makan orang (OKE WKWK). Kemudian, apa yang terjadi pada akhirnya? Hampir semua makanan sudah disentuh, tapi tidak ada satupun yang dihabiskan. Kalau disuruh untuk dihabiskan, alasannya karena sudah kenyang. Terus kalau sudah begitu, mau diapakan makanan-makanan itu? Dibuang? Mubadzir, dong!

Apa iya, ada kasus-kasus seperti itu yang terjadi? Banyak! Hampir setiap hari kalau aku dan teman-teman sekampus sedang makan bareng, selalu ada saja satu orang yang tidak bisa menghabiskan makanannya. Kalau sudah begitu, kami jadi ngomel-ngomel—kenapa tidak pesan sedikit saja makanannya, atau tidak, kenapa tidak pesan setengah porsi saja? Walaupun ngomel-ngomel tidak membuat makanan itu jadi habis dengan sendirinya, setidaknya (karena sering kami omeli), sekarang temanku belajar untuk tidak memesan makanan banyak-banyak lagi. Ia lebih memilih untuk memesan setengah porsi supaya tidak menyisakan makanan di piringnya. Dan setelah selesai makan? Tentunya semua piring dan mangkuk bekas makan kami #TumpukDiTengah!

Tanpa kita sadari, fenomena-fenomena ini sering sekali terjadi di sekeliling kita. Sisa makanan yang tanpa kita sadari selalu kita hasilkan hampir setiap hari ketika kita memenuhi kebutuhan primer pangan. Tidak hanya itu, di hampir setiap event-event seperti acara pernikahan, akikah, arisan, rapat, dan lain sebagainya, sisa makanan yang dihasilkan setelah acara berakhir ternyata jauh lebih banyak. Entah itu suapan terakhir, gigitan terakhir, ataupun potongan terakhir—yang jelas, sisa makanan tetaplah sisa makanan. Sisa makanan yang kita tinggalkan di piring tentunya akan berakhir di tempat sampah—sampai akhirnya, kebiasaan kita menyisakan makanan menjadi salah satu penyebab kenapa Indonesia menjadi salah satu negara yang banyak menghasilkan sampah makanan, yaitu hampir sebanyak 300 kg sisa makanan per orang, per tahun!a

sumber gambar: michiganradio.com
sumber gambar: World Food Programme

Ada hal-hal kecil yang bisa kita lakukan untuk diri sendiri dan orang lain untuk mengurangi akumulasi sampah makanan dalam setiap waktu makan. Misalnya:

1. Memesan porsi makanan sesuai kebutuhan

sumber gambar: EUFIC
Jangan ikuti nafsu, karena kadang-kadang mata jauh lebih lapar dibandingkan perut! Sebelum memesan makanan, ada baiknya kita bertanya terlebih dahulu kepada pramusaji apakah seporsi makanan yang kita pesan tergolong porsi besar atau tidak. Kalau iya, cukup pesan makanan dalam ukuran setengah porsi. Kalau dirasa masih kurang? Masih bisa pesan makanan ringan dalam ukuran porsi kecil. Ada banyak pilihan dalam menu, kan?


2. Mengambil makanan sesuai kebutuhan.

sumber gambar: HK Magazine
Ini penting banget buat kita ketika sedang menghadiri acara di mana makanan disajikan secara prasmanan. Jangan berlebihan, cukup ambil sesuai kebutuhan perut. Biasakan untuk mengambil sedikit terlebih dahulu, karena kalau dirasa masih kurang, kita masih punya kesempatan untuk menambah makanan lagi. Perlu kita ingat, kalau seluruh isi piring yang kita ambil adalah tanggung jawab kita. Jadi, harus dihabiskan, ya!

3                3. Sharing platter

sumber gambar: Trendset
Penasaran dengan menu baru yang lagi tren di media sosial? Kepo dengan makanan-makanan yang lagi hits banget di mana-mana? Ajak teman-temanmu buat mencoba makanan-makanan tersebut. Nggak perlu satu orang satu porsi, cukup satu porsi per jenis makanan untuk bareng-bareng. Kalau dimakan bareng-bareng, tentu nggak akan ada yang namanya sampah makanan—karena harus dihabiskan bareng-bareng!

         4. Membawa kotak makan kosong.

sumber gambar: BBC Good Food
Kalau kamu tipe orang yang masih merasa kurang dengan makanan setengah porsi, tetapi merasa berlebihan dengan makanan satu porsi, kamu bisa membawa kotak makan kosong untuk menyimpan sisa makanan tersebut supaya bisa dimakan di lain waktu. Tidak perlu membawa kotak makan yang besar, kamu bisa membawa kotak makan ukuran kecil yang bisa dimasukkan ke dalam tas. Pretty simple, huh? Tapi jangan lupa—sisa makanannya tetap harus dimakan di hari yang sama, ya!

          5. Selalu cek isi kulkasmu.

sumber gambar: The Better Body Guru
Belanja sayur dan buah, ditambah lagi belanja roti, snack, cokelat buat cemilan-cemilan sebulan ke depan. Pas mau ditaruh, eh sudah nggak muat lagi karena masih banyak makanan yang disimpan. Dicek, ternyata sudah kedaluwarsa. Ya ampun, dibuang deh akhirnya! Kalau nggak mau bikin food wasting lebih lagi, kamu bisa menerapkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) untuk cara penyimpanan makanan di kulkasmu. Cara ini biasa digunakan oleh perusahaan-perusahaan pelayanan dan jasa makanan di institusi maupun katering-katering. Sistem penyimpanan FIFO bisa digunakan terhadap bahan-bahan makanan segar seperti sayuran, buah-buahan, daging, telur, dan lain-lain. Sementara itu, sistem penyimpanan FEFO bisa digunakan terhadap bahan-bahan makanan berkemasan dengan expired date yang tercantum di kemasannya. Kalau hal ini justru bisa diterapkan di rumah sendiri dengan tujuan yang baik, kenapa tidak?

Small things always started from ourself. Yap, tentu saja dari diri sendiri. Hal-hal kecil dengan tujuan yang baik bisa dilakukan pelan-pelan secara rutin supaya menjadi suatu kebiasaan. Just like the ripple effectwho knows it might hit your friends to look up on your routinity? Terkadang, orang lebih termotivasi melakukan sesuatu setelah melihat orang-orang terdekatnya melakukan suatu hal yang baik. Dimulai dari diri sendiri, hingga menyebar ke orang-orang terdekat di sekitar kita. Lets spread the good things around us!

sumber gambar: Pinterest


Jumat, 09 Agustus 2019

Ayo, #TumpukDiTengah!

8/09/2019 10:55:00 PM 0 Comments


Akhir-akhir ini, berbagai jenis gerakan sosial muncul hampir di segala platform media sosial. Entah itu Tw*tter, Fac*book, atau Inst*gram, berbagai postingan dengan topik challenge yang sedang tren menjadi viral dimana-mana. Mulai dari ice bucket challenge, no plastic straw challenge, gerakan #TumpukDiTengah, sampai #ZeroFoodWaste challenge. Tujuannya memang baik, sih, dan tentunya, gerakan-gerakan ini cukup bermanfaat kalau dilakukan dengan benar. Gerakan #TumpukDiTengah, misalnya.

sumber gambar: inovasee.com
Kamu pasti sering, dong, makan di luar rumah. Di restoran cepat saji, di warung kaki lima, atau di warung kopi—yang jelas, makan di luar rumah. Nah, makanan-makanan yang sudah dipesan tentunya disajikan dalam piring, mangkuk, atau alat makan lainnya. Terus, kalau sudah selesai makan, apa yang biasanya kamu lakukan? Langsung angkat kaki dan bayar ke penjualnya, atau ngobrol-ngobrol cantik sebentar, menghabiskan minuman, kemudian angkat kaki dan bayar makanan ke penjualnya? Pilihan pertama dan pilihan kedua adalah kedua hal yang biasa dilakukan oleh orang-orang setelah selesai makan. Pilihan pertama dilakukan kalau sudah melirik jam tangan dan sadar kalau waktu istirahat makan siang hampir berakhir, dan pilihan kedua dilakukan kalau sedang ngumpul bareng teman-teman sejawat. #okeinitidakpenting.

Rumah makan biasanya beroperasi dari siang hingga malam. Beberapa rumah makan bahkan beroperasi dari pagi-pagi banget hingga dini hari. Luar biasa banget, ya? Belum lagi kalau rata-rata orang yang datang dan makan di tempat lebih dari seratus orang per harinya. Harus buru-buru menyiapkan makanan, minuman, alat-alat makan dan segala-galanya dalam kecepatan sepersekian detik supaya pelanggan nggak kapok karena menunggu lama. Terus apa fungsinya gerakan tumpuk di tengah ini? Tentu saja untuk turut membantu para pramusaji yang bekerja di rumah makan tersebut—setidaknya, supaya pekerjaan mereka bisa dilakukan lebih cepat dan lebih mudah.

sumber gambar: coconut.co
Sambil ngobrol-ngobrol cantik atau menghabiskan minuman yang tersisa setelah selesai makan, kamu bisa menumpuk semua piring dan mangkuk yang kamu gunakan menjadi satu di tengah. Bukan pekerjaan yang sulit dan tentunya, tidak menghabiskan waktu kamu. Tidak ada yang rugi dengan melakukan kegiatan #TumpukDiTengah ini, bukan? Lagipula, tidak ada yang salah dengan menolong pramusaji supaya pelayanan mereka lebih cepat dan lebih mudah, kan?

Yuk, coba dimulai dari sekarang! A little good thing would never kill you, eh? Selamat mencoba gerakan #TumpukDiTengah, dan jangan lupa untuk dibiasakan, ya~!

sumber gambar: Intisari Online