Rabu, 19 Mei 2010

Kantung Mata Sialan :(

Kantung mata sialan 

Yeah, Nagita terbangun lagi akibatnya. Ini mimpi yang ke sebelas kalinya, kalau dia tidak salah menghitung. Callista adiknya sampai terdepak ke pintu kamar.
”Kakaaaaaak!” rengut Callista. Nagita masih termangu dengan wajah horor. Mama datang ke kamar seraya membantu Callista bangun.
”Callista, ayo bangun, nak. Nagita sayang, kamu kenapa, nak?” tanya Mama bingung. ”Hari masih jam dua pagi, sayang,”
”Ada apa? Ma? Nagita? Callista?” Papa ikut mengecek keadaan di kamar Nagita dan Callista. Tapi, Nagita tetap dengan wajah menyeramkan.
”Huaaaa, kakak selem ... Hiks...hiks...” Callista mulai menangis karenanya. Mama sibuk menenangkan Callista. Papa menatap lurus mata Nagita. Dan saat itu juga Nagita tersadar.
”Papa! Bikin kaget!” seru Nagita. Papa tertawa kecil. Mama dan Callista memandang heran.
”Nagita, kamu kenapa? Kosong gitu, kesambet nanti, hahaha,” Papa tertawa sendiri mendengar leluconnya yang garing. Mama, Nagita, dan Callista makin heran.
”Oh, ya, Papa garing,” kata Papa lagi tersenyum kecut.
”Ini kenapa sih ...” Nino, kakak Nagita dan Callista terbangun. Alhasil, Papa, Mama, Nagita dan Callista menatap Nino heran.
”Eeh, Nag, kamu kenapa?” tanya Nino melihat lingkaran hitam besar di bawah mata Nagita. Nagita menggeleng, dan Callista malah yang bicara.
”Kak Nino! Kak Nagi nendang Callista sampe pintu nih ...” seru Callista seraya menunjukkan punggungnya melas. Nino tertawa keras.
”Call, itu tulang semua! Hahaha ...” teriak Nino aneh. Mama keluar sebentar. Papa membenarkan kacamatanya.
”Kok kita jadi ngobrol-ngobrol jam dua pagi?”
”Gala-gala Kak Nagita ! Kita jadi begini!” teriak Callista semangat. Nino makin keras ketawanya. Nagita jadi makin pendiam tiba-tiba.
”Udahlah, kita tidur aja lagi. Call, maafin kakak ya. Kak Nino, aku numpang tidur di kamar Kakak aja ya? Kayaknya aku nggak akan kuat ngedepak kakak ...” pinta Nagita pelan.
”Yah, oke sih kakak mah. Tapi kalo kamu yang kakak depak, nggak apa-apa kan?” canda Nino. Nagita cengengesan.
”Eeh! Aku ikut, aku juga sama Kak Nino!” teriak Callista.
” Yeee, itu sih sama aja! Nah lho, kok Papa malah dikacangin? Mama mana?”tanya Papa bingung. Dan, terdengarlah senandung masak riang gembira ala Mama dari arah dapur. Itu berarti, Mama lagi masak.
”Papaaaa, Ninoooo, Nagitaaaa, Callistaaaa, waktunya sarapaaaan, jadi nanti pagi, Mama nggak perlu masak!” seru Mama. Papa, Nino, Nagita dan Callista pura-pura menguap keras-keras dan mulai jatuh tertidur.

”Nag, Nag, kamu kenapa sih? Itu keranjang matanya gede banget,” tanya Alettha, sobat kentel Nagita.
”Ah, biar. Aku juga nggak suka kantong mata ini,” balas Nagita agak kesel. Dan tiba-tiba HP nya berbunyi. Kak Nino menelepon.
”Hai, Kak, kenapa?” tanya Nagita cepat.
”Nag, skripsi Kakak ada di kamu ya? Tadi pas Kakak nganterin kamu, skripsinya kamu yang pegang kan?”kata Kak Nino yang sedang kuliah tingkat tiga di sebuah universitas ternama.
”Eh, yaaa, nggak tahu, Kak,” kata Nagita seraya melihat ke arah tempat duduknya dan mendapati skripsi kakaknya berada di sana.
”Ada, Kak! Kakak ke sekolah aku aja, aku tunggu di gerbang depan ya Kak!” potong Nagita cepat.
”Iya, ini Kakak lagi muter balik ke sekolah kamu. Tungguin Kakak sekarang, ya. Kalau udah masuk, izin aja sama guru. Kakak udah nyaris telat nih ...” kata Kak Nino di telepon, lalu mematikannya. Nagita langsung siap-siap. Eh ... si Callista bersama anak-anak kelas satu lainnya lewat.
”Waaaa, Call, kantong mata kakak kamu gede banget,” sahut Tesya, salah satu teman Callista. Yang lain mengiyakan.
”Kakak kantong mata gede! Kakak kantong mata gede! Hahahaha,” ejek enam anak kelas satu pada Nagita, dipelopori oleh Callista. Tentu aja Nagita dongkol, udah bad mood gara-gara tuh kantong mata, dikongek anak kelas satu pula!
”Heeeeh! Sotoy amat sih kalian! Masih kelas satu aja belagu! Kita ini anak kelas enam lho! KELAS ENAMMMM!” teriak Alettha tiba-tiba sambil menekankan kata ’kelas enam’ pada anak-anak kelas satu itu. Oke, akhirnya enam anak itu kabur. Nagita berterima kasih pada sobatnya dan ia melihat sesuatu berkelebat ke arah perpustakaan lama, udah lama nggak dipake.
”Tha, kalo nanti ada Kak Nino, kasih skripsi ini yaaa,” seru Nagita seraya berlari mengikuti bayangan itu. Alettha mengiyakan tanpa tahu apa maksudnya. Dan Nagita terus berlari, berlari, seakan-akan tak berhenti (lebeeeeh!). Tahu-tahu, ada sebuah ranting jatuh ke atas kepala Nagita.
”Aduh! Apaan sih ... Kan nggak ada pohon ...”gumam Nagita agak takut. Dan selama Nagita berlari mengejar bayangan itu, selama itu pula Nagita tertimpa hampir 1001 kesialan (lebeeeeh!). Akhirnya, Nagita melihat seekor kucing berwarna pink (asli, ada kok!) dengan mata berwarna hitam menyala, persis seperti di mimpinya.
”Hey, kau membuat aku nyaris gila, kau tahu? Dengar, jangan mampir lagi di mimpiku! Kau yang membuat aku memiliki kantung mata sebesar ini!” teriak Nagita. Kucing pink itu menyeringai, dan menggumam pelan.
”Kantung mata itu adalah pertanda buruk, jadi kau akan mendapat 2010 kesialan dalam setahun, karena kau adalah pilihan aku! Jadi, selamat! Nah, sekarang aku harus pergi. Daaa~h ..” Kucing pink itu menghilang dengan segera. Nagita menjerit.
”KANTUNG MATA SIALAAAAN!” dan setelah itu, semuanya terasa gelap.

”Nagita, kamu kenapa, nak? Kata Alettha, kamu tertimpa tangga lipat. Kenapa, nak?” seru Mama cemas. Nagita membuka mata, dan ia melihat plafon atas rumah sakit hendak jatuh ke arahnya. Ia mendesah pelan.
”Ah,”gumam Nagita pelan,” 2009 kesialan menunggu,”.




******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar